Orde Baru: Stabilitas, Pembangunan, dan Otoritarianisme
Latar Belakang Lahirnya Orde Baru
Kondisi politik dan ekonomi Indonesia pada pertengahan tahun 1960-an berada dalam situasi yang sangat genting. Beberapa faktor utama yang melatarbelakangi lahirnya Orde Baru adalah:
- Krisis Ekonomi: Inflasi meroket hingga mencapai ratusan persen, harga kebutuhan pokok melambung tinggi, dan kondisi ekonomi secara keseluruhan sangat memprihatinkan.
- Ketidakstabilan Politik: Konfrontasi dengan Malaysia, gerakan G30S/PKI, serta persaingan ideologi antara berbagai kelompok politik menyebabkan ketidakstabilan dan kekacauan politik yang meluas.
- Krisis Kepemimpinan: Presiden Soekarno, yang semakin condong ke arah ideologi Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme), dinilai gagal mengatasi krisis ekonomi dan politik yang terjadi.
Momentum penting yang menandai transisi dari Orde Lama ke Orde Baru adalah peristiwa Gerakan 30 September (G30S) pada tahun 1965. Peristiwa ini memicu gelombang anti-komunis yang kuat di seluruh Indonesia. Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad), mengambil alih kendali keamanan dan ketertiban.
Supersemar: Peralihan Kekuasaan Secara Bertahap
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang dikeluarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 11 Maret 1966 menjadi titik awal peralihan kekuasaan secara bertahap kepada Soeharto. Isi Supersemar memberikan wewenang kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk memulihkan keamanan dan ketertiban negara.
Interpretasi Supersemar menjadi kontroversi. Pihak Soeharto menafsirkan Supersemar sebagai mandat untuk mengambil alih kekuasaan secara penuh, sementara pihak Soekarno menganggap Supersemar hanya memberikan wewenang untuk memulihkan keamanan.
Konsolidasi Kekuasaan Orde Baru
Setelah menerima Supersemar, Soeharto mulai melakukan konsolidasi kekuasaan dengan langkah-langkah berikut:
- Pembubaran PKI: Partai Komunis Indonesia (PKI) dan organisasi-organisasi massanya dibubarkan. Anggota dan simpatisan PKI ditangkap, dipenjara, bahkan dibunuh.
- Pembersihan Unsur Orde Lama: Para pejabat dan tokoh yang dianggap dekat dengan Soekarno dan ideologi Nasakom disingkirkan dari pemerintahan dan militer.
- Pembentukan Golkar: Golongan Karya (Golkar) dibentuk sebagai kekuatan politik pendukung utama Orde Baru. Golkar berfungsi sebagai alat untuk mengontrol dan memobilisasi dukungan masyarakat.
- Dwifungsi ABRI: Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) diberikan peran ganda, yaitu sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan, serta sebagai kekuatan sosial-politik. Dwifungsi ABRI memungkinkan militer untuk terlibat secara aktif dalam pemerintahan dan berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Kebijakan-Kebijakan Orde Baru
Orde Baru menerapkan berbagai kebijakan di bidang politik, ekonomi, dan sosial budaya dengan tujuan utama untuk mencapai stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi.
-
Bidang Politik:
- De-Soekarnoisasi: Penghapusan pengaruh Soekarno dan ideologi Nasakom dari kehidupan politik dan masyarakat.
- Penyederhanaan Partai Politik: Jumlah partai politik disederhanakan menjadi tiga, yaitu Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
- Pemilu yang Terkendali: Pemilihan umum diselenggarakan secara periodik, tetapi dengan sistem yang terkontrol dan dimenangkan oleh Golkar.
- Otoritarianisme: Kekuasaan terpusat di tangan presiden dan militer. Kebebasan berpendapat dan berorganisasi dibatasi.
-
Bidang Ekonomi:
- Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun): Program pembangunan ekonomi jangka panjang yang berfokus pada sektor pertanian dan industri.
- Penanaman Modal Asing (PMA): Mendorong masuknya investasi asing untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi.
- Deregulasi dan Debirokratisasi: Penyederhanaan aturan dan prosedur birokrasi untuk meningkatkan efisiensi ekonomi.
- Swasembada Pangan: Upaya untuk mencapai kemandirian dalam produksi pangan, terutama beras.
-
Bidang Sosial Budaya:
- Pendidikan: Peningkatan kualitas pendidikan melalui pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas guru.
- Keluarga Berencana (KB): Program pengendalian pertumbuhan penduduk untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga.
- Kebudayaan: Pengembangan kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila.
Keberhasilan dan Kegagalan Orde Baru
Orde Baru mencatatkan beberapa keberhasilan dalam pembangunan ekonomi dan stabilitas nasional. Namun, rezim ini juga diwarnai dengan berbagai praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
-
Keberhasilan:
- Pertumbuhan Ekonomi: Pertumbuhan ekonomi yang pesat, terutama pada tahun 1970-an dan 1980-an.
- Stabilitas Nasional: Stabilitas politik dan keamanan yang relatif terjaga.
- Peningkatan Kesejahteraan: Peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum, meskipun tidak merata.
- Swasembada Pangan: Keberhasilan mencapai swasembada pangan pada tahun 1980-an.
-
Kegagalan:
- Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN): Praktik KKN yang merajalela di semua tingkatan pemerintahan dan bisnis.
- Pelanggaran HAM: Pelanggaran HAM yang sistematis terhadap kelompok-kelompok yang dianggap oposisi atau subversif.
- Kesenjangan Ekonomi: Kesenjangan ekonomi yang semakin lebar antara kaya dan miskin.
- Otoritarianisme: Pembatasan kebebasan berpendapat dan berorganisasi.
- Ketergantungan pada Utang Luar Negeri: Peningkatan utang luar negeri yang signifikan.
Akhir Orde Baru
Krisis moneter yang melanda Asia pada tahun 1997-1998 menjadi pukulan telak bagi rezim Orde Baru. Krisis ini menyebabkan ekonomi Indonesia terpuruk, nilai tukar rupiah anjlok, dan harga kebutuhan pokok melambung tinggi.
Gelombang demonstrasi mahasiswa dan masyarakat menuntut reformasi politik dan ekonomi semakin membesar. Tuntutan utama para demonstran adalah penghapusan KKN, penegakan hukum, dan demokratisasi.
Pada tanggal 21 Mei 1998, setelah berkuasa selama 32 tahun, Soeharto mengundurkan diri dari jabatan presiden. Pengunduran diri Soeharto menandai berakhirnya era Orde Baru dan dimulainya era Reformasi.
Kesimpulan
Orde Baru merupakan periode penting dalam sejarah Indonesia. Rezim ini berhasil mencapai stabilitas nasional dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, tetapi juga diwarnai dengan praktik KKN, pelanggaran HAM, dan otoritarianisme. Warisan Orde Baru masih terasa hingga saat ini, dan menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia dalam membangun sistem politik dan ekonomi yang lebih adil dan demokratis.